11 November 2009

Pengesahan Tatib DPRA Ricuh ; Bukti Tidak Dewasanya Dewan Kita

BANDA ACEH - Proses pengesahan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (Tatib DPRA) periode 2009-1014 dalam sidang paripurna, Senin (9/11) sore, sempat sedikit ricuh. Lima legislator dari Partai Amanat Nasional (PAN) memilih walk out (hengkang) dari ruang sidang, setelah memprotes dan meminta kepada pimpinan sidang untuk tidak mengesahkan tatib sebelum dikonsultasikan ke Mendagri.

Meski kelima anggota dewan dari PAN itu meninggalkan ruang sidang, tapi Ketua Sementara DPRA, Hasbi Abdullah, didampingi Wakil Ketua Amir Helmi, selaku pimpinan sidang, tetap melanjutkan sidang penting tersebut. Sidang tersebut dipimpin Amir Helmi dari Partai Demokrat. Para anggota sidang paripurna lainnya pun bagai tak terusik nuraninya terhadap aksi walk out lima koleganya tersebut, lalu mereka secara aklamasi menyetujui tatib yang telah dibahas panitia khusus (pansus) itu.

Mayoritas anggota dewan, terutama dari partai lokal yang menguasai 33 kursi di DPRA, yaitu Partai Aceh (PA), dalam pendapat kelompok partainya menyatakan dapat menerima tatib yang telah disusun pansus dan setuju untuk disahkan. Mereka mendapat dukungan dari peserta rapat lainnya --minus PAN-- agar tatib yang telah dibahas pansus itu segera disahkan.

Sementara, dari partai nasional, seperti Partai Demokrat dan Golkar, menyatakan meski tatib disahkan, tapi harus tetap dibawa ke Mendagri. “Sebab, yang menetapkan atau mengeluarkan SK Pimpinan DPRA yang definitif nantinya adalah Mendagri,” kata Husin Banta dari Partai Golkar. Hal serupa diutarakan Yunus Ilyas dari Partai Demokrat.

Sedangkan partai lainnya, PKS, PPP, PBB, Patriot, PKB, PKPI, dan Partai Daulat Aceh (PDA), berharap pengesahan tatib dewan dan penerbitan SK Pimpinan DPRA yang definitif dari Mendagri itu jangan terlalu lama. Kalau lama, bisa mengganggu agenda kerja dewan yang mendesak saat ini, yakni pembahasan dan pengesahan RAPBA 2010. Setelah mayoritas anggota dewan menyatakan setuju untuk disahkan, Amir Helmi yang memegang palu sidang, mengetukkan palu satu kali pada pukul 17.45 WIB, pertanda disahkannnya Tatib DPRA periode 2009-2014 tersebut. Kemudian, sidang ditutup resmi oleh Hasbi Abdullah dengan mengetukkan palu tiga kali ke mejanya.

Menolak
Sementara itu, PAN menolak tatib DPRA yang telah dibahas 21 orang anggota Pansus DPRA itu, karena beberapa isinya, terutama mengenai pengusulan calon pimpinan dewan, belum selaras dengan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Sisduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD maupun surat Mendagri tertanggal 24 September 2009. Untuk itu, kata Mawardi Ali dari PAN, sebelum tatib itu disahkan lebih baik dikonsultasikan dulu kepada Mendagri.

Kecuali itu, menurut surat Mendagri tersebut yang ditujukan kepada seluruh DPRD, pengesahan tatib harus dilakukan oleh pimpinan DPRD definitif. “Sedangkan pimpinan dewan yang ada sekarang ini adalah pimpinan sementara,” ujar Mawardi Ali. Interupsi dan protes terhadap hal itu juga disampaikan anggota DPRA dari PAN, Muslim Aiyub. Muslim menyatakan, Pimpinan Sementara DPRA yang ada sekarang, penetapan dan pengesahannya menggunakan dasar hukum UU Nomor 27 Tahun 2009. Tapi kenapa pada saat pemilihan pimpinan definitif, tidak mengacu secara konsisten pada UU 27/2009 tersebut yang justru telah mengatur secara jelas dan tegas. Pimpinan sidang justru menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang belum mengatur secara rinci perihal susunan alat kelengkapan dewan.

Akibat menggunakan UUPA, kursi wakil ketua III DPRA yang seharusnya jatuh kepada PAN, menurut tatib yang telah disahkan itu, harus dipilih secara terbuka. Adapun yang boleh mengusulkan calon pimpinan DPRA adalah dari fraksi penuh yang berjumlah minimal tujuh orang anggota DPRA. Dalam kenyataannya, PAN hanya berjumlah lima orang, sehingga tidak bisa mengusulkan calon pimpinan DPRA.

Ketua Sementara DPRA, Hasbi Abdullah, yang dimintai komentarnya usai penutupan sidang pengesahan Tatib DPRA tersebut mengatakan, pengesahan tatib itu sah dan tidak ada aturan atau perundang-undangan yang dilanggar. “Kita juga menggunakan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dan UUPA untuk penyusunan dan pengesahan tatib yang telah disusun Pansus Dewan.”

Pimpinan DPRA, kata Hasbi, bersama beberapa anggota DPRA akan menyampaikan usulan calon pimpinan definitif DPRA yang baru setelah dilakukan pemilihan pada pekan ini ke Mendagri. Dalam pertemuan dengan Mendagri, kata Hasbi lebih lanjut, pihaknya akan menyampaikan sejumlah argumen hukum untuk mendukung tatib yang telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPRA kemarin. “Kita harapkan Mendagri nanti mau mengerti dan dapat memahaminya serta mengesahkan usulan Pimpinan DPRA yang kita ajukan dalam minggu depan,” ujar adik kandung Zaini Abdullah, mantan petinggi GAM di Swedia ini.

Anggota legislatif dari PAN, Muslim Aiyub menyatakan, sistem atau tata cara pemilihan calon pimpinan DPRA yang terdapat dalam tatib DPRA itu belum sepenuhnya mengacu kepada UU Nomor 27/2009. Karena itu, jika pimpinan DPRA tetap memaksakan kehendak memilih pimpinan dewan dengan aturan yang terdapat dalam tatib, besar kemungkinan Mendagri tak akan menandatangani atau menerbitkan SK Pimpinan DPRA definitif. “Jika Mendagri menandatanganinya, sementara hal itu jelas-jelas menyalahi UU Nomor 27/299, maka PAN akan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi atau MK,” kata Muslim Aiyub.

Anggota DPRA dari Partai Aceh, Adnan Beuransyah, menyatakan tidak ada alasan bagi Mendagri untuk tidak menandatangani usulan Pimpinan DPRA yang disampaikan Pimpinan Sementara DPRA. Sebab, dasar penyusunan tatib DPRA saat ini pun menggunakan UU 27 Tahun 2009 dan UUPA. Seandainya Mendagri tidak bersedia menandatangani SK Pimpinan DPRA definitif, kata Adnan, maka melalui dasar UUPA dan MoU Helsinki, pihak GAM akan membawa masalah itu ke dalam Round Table Meeting (RTM) RI-GAM.

Alasannya, dalam MoU Helsinki poin 6 huruf c disebutkan, jika terjadi kesalahpahaman dalam penafsiran sesuatu hal (isi MoU) yang belum ada kesepakatan di tingkat menengah, maka akan dibawa pada pertemuan yang lebih tinggi. “Dan proses itu tidak akan mengganggu agenda DPRA lainnya yang harus dikerjakan, seperti pembahasan RAPBA 2010,” demikian Adnan Beuransyah.