16 Mei 2011

Kisruh Pemilukada Aceh; Kepentingan Medioker Politik Lokal

Sikap Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang hingga saat ini belum juga mengesahkan Qanun Pilkada Aceh telah menciptakan kisruh politik di Aceh. Tidak adanya kepastian hukum dan politik dengan agenda pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Aceh, hal ini karena Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh, pada awalnya tidak memiliki kerangka hukum dan regulasi, sebagai dasar dalam penyelenggaraan Pilkada di Aceh.

Menurut Ketua Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), Muhammad Taufik Abda, Sikap Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang mengulur-ulur penentuan jadwal Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) amat rentan melanggar UUD 1945. Jika DPRA menolak memasukkan substansi calon perseorangan (calon independen) dalam Qanun Pemilukada Aceh yang sedang dibahas oleh Pansus III DPR Aceh maka dapat dianggap telah melanggar Konstitusi RI (UUD 1945) beserta MoU Helsinki point 1.2.6, jelasnya.

Polemik Pemilukada Aceh berawal dari pernyataan Muzakkir Manaf, mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang juga mantan propaganda GAM untuk tidak lagi mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh periode kedua. Muzakkir Manaf merupakan Ketua Partai Lokal yang didirikan oleh kombatan GAM pasca MoU Helsinki lalu yaitu Partai Aceh (PA). Partai Aceh untuk Pemilukada Aceh tahun ini mengusung pasangan Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2011-2016.

Menyingkapi polemik pemilukada Aceh, KIP Aceh bersama KPU Pusat akan menyiapkan payung hukum pilkada dan juga soal rencana KIP menggunakan Qanun Nomor 7/2006 sebagai alternatif jika DPRA belum mensahkan Qanun Pilkada yang baru, serta soal otoritas KPU Pusat atas KIP Aceh. Akan tetapi jika nanti DPRA sudah mensahkan Qanun Pilkada yang baru, maka akan disesuaikan dengan draf tahapan yang disusun KIP Aceh. Kalau tidak ada qanun baru, qanun yang lama akan dipakai KIP Aceh untuk Pemilukada Aceh tahun 2011 ini.

Tanpa menunggu pengesahan qanun Pilkada, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, secara resmi mulai melaksanakan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Bersamaan dengan itu juga ditetapkan hari Senin 14 Nopember 2011 sebagai hari pemungutan suara pemilihan gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/walikota/wakil walikota secara serentak di 17 kabupaten/kota di Aceh. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan KIP Aceh Nomor 1 Tahun 2011 perihal Penetapan Jadwal dan Tahapan Pilkada Aceh, yang disahkan dalam Rapat Pleno KIP Aceh seusai berlangsungnya Rapat Koordinasi antara KIP Provinsi dengan 23 KIP kabupaten/kota, di Banda Aceh, Kamis (12/5).

Maka berdasarkan Surat Keputusan KIP Aceh Nomor 1 Tahun 2011, KIP Aceh memperbolehkan pasangan calon yang maju melalui jalur perseorangan (independen), dimana pasangan calon harus menyerahkan dokumen persyaratan (bukti dukungan KTP dan surat pernyataan). Menurut Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh Zainal Abidin SH MHum, untuk saat ini berdasarkan surat KPU Nomor: 33/KPU/V/2011 pihak KIP telah mengakomodir calon perseorangan, bahkan juga sudah diatur jadwal pendaftarannya.

Menurut KPU pilkada di Aceh selain diikuti oleh partai politik nasional dan partai politik lokal, dapat pula mengikutsertakan peserta dari calon perseorangan sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 239A UU Nomor 32 Tahun 2004 Jls UU Nomor 12 Tahun 2006. Atas dasar surat KPU itu KIP menyatakan calon independen ada di Aceh dan bisa ikut pilkada.

Mayoritas masyarakat Aceh saat ini, berharap kepada KIP agar segera melakukan tahapan pelaksanaan pemilihan 18 kepala daerah dengan tepat waktu, aman, damai, bermartamat serta tidak mengabaikan asas demokrasi, rahasia, dan jujur. KIP tidak boleh ragu untuk menjalankan tugas sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan selalu berpedoman pada aturan yang berlaku.

*Penulis adalah Pengurus KAHMI Kota Banda Aceh