29 Oktober 2012

Urgensi Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Aceh


Kini, beberapa komponen masyarakat mulai membicarakan lagi keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Aceh. KKR berguna untuk mengungkap korban konflik saat GAM masih terbentuk. Pemerintah pusat pun pernah berjanji untuk membuat KKR pada 2005 silam. Saat itu pemerintah berkomitmen untuk memastikan kebenaran, keadilan dan reparasi penuh bagi korban konflik dan keluarga mereka.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memerintahkan pembentukan KKR melalui sebuah qanun. Nah, apakah Qanun KKR Aceh akan segera disahkan oleh DPRA? Hanya DPRA yang mampu menjawab pertanyaan tersebut. Namun DPRA jelas memiliki utang kepada masyarakat, utamanya para korban pelanggaran HAM yang ingin mencari keadilan atas apa yang mereka alami di masa lalu. 

"Hanya ada sedikit kemajuan dalam menjamin akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan selama konflik bersenjata di Aceh, termasuk pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan dan kejahatan kekerasan seksual lainnya, penghilangan paksa, dan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya," kata Juru Bicara Amnesty Internasional untuk Indonesia - Timor Leste, Josef Roy Benedict.

Ditarik ke proses damai Aceh, MoU Helsinki yang antara lain menyebut tentang perlunya pembentukan KKR di Aceh, dapat dianggap mewakili suara GAM sendiri, yang kini sebagian anggotanya bertransformasi dalam organisasi politik Partai Aceh (PA). Usulan KKR di dalam RUU Pemerintah Aceh tak juga lepas dari dukungan DPRA pada 2005, dan sebagaimana kemudian kita tahu UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, mengatur dengan jelas tentang perintah pembentukan KKR di Aceh. Tetapi di atas semua itu, harus dipastikan bahwa tanggung jawab itu memang tidak terletak pada satu atau dua atau lebih partai, melainkan pada DPRA sebagai sebuah institusi.

Akhirnya, Rancangan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang selama ini menjadi inisiatif sejumlah anggota DPRA, tanggal 20 Juni 2012 disetujui menjadi usulan inisiatif DPRA yang menjadi prioritas pembahasan masa sidang 2012 ini. Rancangan Qanun KKR mengatur soal pengungkapan kebenaran, reparasi bagi korban konflik, dan rekonsiliasi.

Ketua Badan Legislasi DPRA Teungku M. Harun menyebutkan, Rancangan Qanun KKR Aceh terdiri atas 14 bab dengan 62 pasal. Rancangan Qanun KKR lahir dilatarbelakangi oleh konflik Aceh yang telah menimbulkan kerugian jiwa, harta dan benda, serta pelbagai fasilitas umum, di samping terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dan tindak kejahatan kemanusiaan.

Menurut Harun, selama ini tidak ada proses hukum yang memadai terhadap pelbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan, selain korban konflik tak mendapat perhatian dari pemerintah. “KKR Aceh adalah langkah signifikan untuk mengatasi kelemahan pendekatan keadilan transisi dan menguatkan proses perdamaian di Aceh,” kata Harun.

KKR tak ada urusannya dengan soal balas dendam. KKR juga bukan suatu lembaga pengadilan untuk penghukuman. Keberadaan komisi itu harus dibaca dalam kerangka bagaimana suatu pemerintahan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa. Fokus KKR lebih kepada hak korban, yang susah didapatkan melalui Pengadilan HAM, termasuk Pengadilan HAM Ad Hoc. 

KKR akan membantu menyelesaikan masalah di masa lalu dengan kredibel dan penuh perhitungan. Keberadaan KKR juga dapat mendidik publik dan dapat meningkatkan kewaspadaan umum berkaitan dengan akibat pelanggaran HAM, dan membantu mencegah pengulangannya di masa depan. 

KKR juga akan memberikan penilaian mengenai akibat pelanggaran HAM itu terhadap korban. Melalui KKR, kebenaran diharapkan dapat dikuakkan dengan cara yang adil dan transparan. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran tentang peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu.

Pembentukan KKR Aceh menemui kendala setelah Mahkamah Konstitusi mencabut UU No 27/2004 tentang KKR Nasional. Namun, kata Harun, meski UU KKR telah dianulir oleh MK, tak menyurutkan masyarakat untuk membentuk KKR di tingkat Provinsi Aceh.

Menurut Pengamat Hukum, Saifuddin Bantasyam, pembentukan KKR Aceh tak harus menunggu lahirnya UU KKR Nasional yang baru, tersebabkan UUPA sudah dengan jelas menyebutkan bahwa KKR di Aceh dibentuk dengan UU tersebut. Secara teknis, ini kemudian (harus) bermuara pada pembentukan dan kemudian pengesahan Qanun KKR. 

Intinya, bahwa KKR di Aceh tidak harus mati bersamaan dengan matinya UU tentang KKR itu. Jika pun ada pandangan yang mengaitkan dengan UU KKR Nasional, saya tetap beranggapan bahwa sebaiknya Qanun KKR disahkan saja, dan kemudian menunggu reaksi dari Kementerian Dalam Negeri terkait dengan penautan KKR Aceh dengan KKR Nasional di dalam UUPA. 

Jika Pemerintah Aceh memiliki pendapat bahwa pembentukan Qanun ini masih terganjal dasar hukum karena UU No. 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, seharusnya tidak perlu dijadikan alasan utama. Karena dengan status kekhususan, Aceh saat ini masih memiliki dasar hukum di dalam UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Pasal 229,230, 259 dan 260 yang masih berlaku sampai hari ini. Selain itu, secara nasional, beberapa tokoh nasional juga banyak yang telah mengeluarkan pendapat tentang dimungkinkannya Aceh membentuk Qanun KKR Aceh berdasarkan UUPA. 

Hal ini sebagaimana yang pernah diutarakan Prof.Jimly Asshiddiqy pada tahun 2009 lalu saat menjadi pembicara di Kampus Unsyiah. Sehingga tidak ada alasan kuat untuk menunda-nunda mewujudkan Qanun KKR Aceh.

Disarikan dari Pelbagai Sumber

23 Oktober 2011

Khadafi, Salah Satu Pemimpin Afrika Penuh Kontroversi

Sosok Muammar Khadafi dikenal sebagai salah satu pemimpin afrika penuh kontroversi. Sepanjang riwayatnya, pria yang lahir di gurun Sirte pada 1942 ini dikenal sebagai pemimpin yang lain dari yang lain. Dia berani, tegas, dan tak takut untuk berpendirian. Khadafi dikenal sebagai salah satu dari segelintir pemimpin dunia yang berani mengatakan tidak atas keperkasaan Amerika Serikat (AS). Pria yang mulai berkuasa pada 1 September 1969 ini memperlihatkan diri sebagai orang yang mampu menolak untuk tunduk kepada negara adikuasa itu selama bertahun-tahun. Jiwa berjuang sudah terpupuk di dalam sanubari Khadafi sejak muda.

Perangainya keras, unik,dan juga cerdik. Seperti dikisahkan oleh Jonathan Mann, reporter CNN, saat kali pertama bertemu Khadafi pada 2005. Pertemuan itu benar-benar sulit hilang dari benaknya karena saat itulah dia menyadari bahwasanya Khadafi adalah sosok yang aneh. Misalnya saat wawancara berlangsung, tiba-tiba Khadafi mengancam akan menggugat Mann karena menanyakan soal demokrasi di Libya. “Bila ada yang bilang bahwa Libya itu tidak demokratis, maka hal itu saya anggap sebagai penghinaan besar. Untuk mengembalikan kehormatan akibat penghinaan itu, hanyalah lewat pengadilan. Akan saya gugat Anda,” katanya dengan nada keras. Itu bukan kali pertama Khadafi berang bila disinggung soal demokrasi di negaranya.

Sikap anti Barat-nya kental. Dia menjadi sponsor gerakan anti imperialisme dan zionisme. Pada dekade 70an hingga 90an, Libya bahkan menjadi kawah pelatihan bagi kelompok radikal seperti Brigade Merah dari Jepang, "September Hitam" dari Palestina, MILF dari Filipina, dan IRA dari Irlandia Utara. Mimpinya tentang Arab bersatu dipengaruhi gagasan Nasser. Khadafi berniat meneruskan Pan Arabisme yang dirintis presiden pertama Mesir itu. Maka, dua tahun setelah Nasser wafat pada 18 September 1970, Khadafi menggagas pendirian "Federasi Republik-republik Arab," meliputi Libya, Mesir, dan Suriah. Tapi ide itu gagal. Dia mencoba lagi pada 1972, dengan menggandeng Tunisia, tapi usaha itu kempis. Ironisnya, gagasan itu berlawanan dengan tabiatnya yang suka berkelahi dengan tetangga. Misalnya, pada 1969, tak lama setelah dia berkuasa, Libya berperang dengan Chad. Menurut Gérard Prunier, penulis buku Darfur: a 21st century genocide, alasannya saat itu tak masuk akal: gara-gara presiden Chad saat itu seorang Kristen, dan berkulit hitam. Perang Libya-Chad berakhir pada 1994, melalui keputusan Mahkamah Pengadilan Internasional.

Selain itu, Libya pun sempat baku tembak dengan Mesir selama beberapa hari pada 1977. Soalnya, Khadafi kesal dengan manuver Presiden Mesir saat itu, Anwar Sadat, yang berdamai dengan Israel, setelah keduanya terlibat Perang pada Oktober 1973. Khadafi memang anti-Israel. Dia bahkan jengkel dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pimpinan Yasser Arrafat. Pada 1995, Khadafi mengusir 30.000 warga Palestina dari Libya, setelah setahun sebelumnya PLO menggelar kesepakatan damai dengan Israel. Khadafi juga berang dengan Mesir, karena melindungi dua perwira Libya pelaku rencana kudeta atas dirinya pada 1975. Konflik Libya-Mesir yang berlangsung empat hari akhirnya berakhir, setelah ditengahi oleh Aljazair. Dengan politik yang keras seperti itu Libya di bawah Khadafi akhirnya menjadi sorotan. Dia dibenci Barat karena mensponsori kelompok teroris. Dia dicap menjadi rezim berbahaya, karena diketahui mengembangkan senjata penghancur massal untuk menandingi musuhnya di Barat.

Maka, tak heran Presiden AS, Ronald Reagan, menjuluki dia sebagai "anjing gila", yang membuat Reagan menghujani Tripoli dan Benghazi dengan serangan bom pada 14 April 1986. Serangan itu terjadi setelah agen-agen Libya diketahui meledakkan suatu klab malam di Berlin, Jerman, pada 5 April 1986. Insiden itu membunuh tiga orang, dan melukai 229 lainnya - lebih dari 50 orang diantaranya tentara Amerika.

Tahun 1988, terjadi tragedi peledakkan atas pesawat Pan American yang terbang di langit Lockerbie, Skotlandia. Ratusan penumpang dan awak pesawat tewas. Agen Libya dituduh terlibat dalam aksi keji itu. Setelah sempat menyangkal, rezim Khadafi belakangan menerima tanggungjawab tragedi di Lockerbie, dan bersedia membayar uang duka kepada keluarga semua korban. Menurut catatan harian Telegraph, Tragedi Lockerbie tampaknya "petualangan terakhir" Khadafi dalam terorisme internasional. Pada dekade 1990-an, Libya mulai rujuk dengan Barat. Dia rupanya tak tahan hidup, terisolasi, dan banyak musuh, baik dari Barat maupun Arab.

Dipandang AS sebagai tokoh yang tidak menanamkan demokrasi di negaranya, Khadafi menyerang balik pengkritiknya itu dengan menguliahkan demokrasi kepada akademisi Negeri Paman Sam di Colombia Univeristy, New York, via satelit pada 2006. “Tidak ada negara lain di dunia ini yang menerapkan demokrasi selain Libya,”tandas Khadafi dan menyebut demokrasi Barat “palsu” dan “konyol”. Bagi Khadafi, tak ada sistem yang lebih baik daripada sistem jamahiriya atau negara massa. Menurut dia, sistem itu memberikan kesempatan mendasar bagi rakyatnya di Libya untuk mengungkapkan pandangan mereka di “kongres rakyat”.

Dalam surat kawat diplomatik rahasia yang dibocorkan Wiki- Leaks, diplomat Amerika Serikat menggambarkan Khadafi sebagai sosok yang terlalu cemas terhadap kesehatannya yang takut terbang di atas air. Namun dia adalah sosok yang taat beribadah, selalu berpuasa setiap Senin dan Kamis. Surat kawat itu juga menyebutkan, dia adalah penggemar berat balap kuda dan dansa flamenco yang pernah memberikan titel kepada dirinya sebagai “Raja Kebudayaan”. Surat kawat itu juga melaporkan, kemanapun dia pergi, dia selalu dikawal seorang gadis pirang cantik, yang merupakan anggota perawat Ukrainanya. Khadafi juga suka catur. Pada Maret 2004, FIDE, badan dunia catur, mengumumkan pemimpin Libya itu menyediakan hadiah uang bagi pemenang Kejuaraan Dunia Catur pada Juni-Juli 2004 yang digelar di Tripoli. Ia juga menyelenggarakan kontes kecantikan Miss Net World yang pertama bagi Libya dan yang pertama bagi dunia untuk ajang kontes ratu-ratuan yang diselenggarakan di internet.

Kitabul Akhdlar/Green Book

Khadafi menyusun rumusan dari Revolusi Budaya Libya di Buku Hijau yang kemudian tumbuh menjadi tiga seri itu. Banyak pengamat asing membandingkan Revolusi Budaya Libya dengan yang terjadi di China. Green Bookpun disandingkan dengan Red Book milik Mao Zedong. Kedua buku itu didistribusikan secara meluas baik di dalam maupun di luar negeri. Keduanya ditulis dengan gaya yang sederhana dan mudah dimengerti. Banyak pula slogan-slogan yang mudah diingat. Dari segi ukuran, Green Book memang tak terlalu besar meski dampaknya memang tak bisa dilebih-lebihkan. Buku pedoman ini bak Al Quran atau Alkitab bagi bangsa Libya. Dalam pengembangannya, Green Book tak jauh beda dengan Red Book dalam hal upaya mengimplan sebuah sistem pemikiran ke orang-orang yang membacanya. Terutama yang berdampak langsung terhadap buku tersebut.

Majalah Al Wai’e edisi nomor 117 Syawal 1417/1997 yang terbit di Beirut menurunkan tulisan Ma’ali Abdul Hamid Hamoudah yang pernah berkunjung ke Libya untuk menghadiri undangan Universitas Nasser Internasional pada Lomba Ilmiah 23-31 Juli 1996 yang kiranya dapat menyingkap tabir Muamar Khadafi. Hamoudah menulis bahwa Khadafi adalah penguasa diktator yang sejak Revolusi September 1969 hingga kini justru selalu menentang Islam. Hamoudah menulis bukti-bukti pernyataannya sebagai berikut : Pertama, Khadafi melancarkan program Ar Ruhbanah Ats Tsauriyah atau "Kerahiban Revolusioner" yakni gerakan Kerahiban Wanita Revolusioner sebagai sayap wanita dalam komite revolusi sejak tahun 1981. Para wanita yang mengikuti program ini menolak kawin dan tanggungjawab keluarga. Mereka dilatih dengan latihan militer dan diberi perlengkapan militer. Dan para wanita yang menjadi rahib revolusioner itu mewaqafkan diri mereka kepada Khadafi dengan anggapan seperti para biarawati Nasrani mewaqafkan diri kepada Yesus.

Program ini sebenarnya ditentang rakyat Libya karena memang kerahiban tidak ada dalam Islam. Di samping itu keluarga-keluarga Libya khawatir terhadap puri-putri mereka kalau-kalau terpengaruh oleh gerakan yang berlandaskan kekacauan moral dan ketidaktahuan terhadap nilai-nilai Islam tersebut. Namun sebagaimana biasanya, Khadafi mencari-cari dalih untuk membenarkan sikap dan tindakan yang nyeleneh itu. Dia mengatakan bahwa gerakan kerahiban wanita itu merupakan bentuk nyata untuk membebaskan Palestina dan Masjidil Aqsha serta tanah-tanah Arab yang diduduki Israel.

Kedua, Pemerintahan Khadafi melalui keputusan Menteri Kesehatan membolehkan para dokter melakukan praktek aborsi (menggugurkan bayi dari kandungannya) secara resmi di rumah-rumah sakit umum milik pemerintah. Masyarakat pun menghubungkan keputusan berbahaya itu dengan program kerahiban wanita revolusioner dan wajib militer bagi para gadis Libya yang berpeluang besar kepada terjadinya pemerkosaan dan pelecehan seksual.

Ketiga, Khadafi menolak sunnah Nabi Muhammad saw. Dia hanya menerima Al Qur’an. Untuk menggantikan posisi As Sunnah, Khadafi menulis buku yang berjudul Kitabul Akhdlar atau "Kitab Hijau" (Green Book). Isinya terdiri dari tiga bagian atau bab yang antara lain menyebutkan bahwa semangat nasionalisme mengalahkan semangat keagamaan, dan ekonomi mesti ditata dengan ekonomi sosialis. Dalam pertemuan ilmiyah tahun 1996 yang diikuti penulis tersebut, forum yang didesain dengan sosialisasi ide-ide yang ada dalam Green Book itu diisi para pembicara yang membahas topik-topik yang bertentangan dengan Islam dan bernuansa sosialis, seperti: Zandaqah (kezindiqan) dan penggunaan agama untuk politik, demokrasi dan HAM dalam perspektif massa, gerakan historis, serta sistem ekonomi dalam perspektif sosialis kolektif. Bahkan sangat disayangkan bahwa dalam rapat pembukaan, salah satu penanggung jawab acara itu mengatakan bahwa Qadafi adalah seorang nabi. Dan salah seorang panitia pengarah mengatakan bahwa penerapan syari’at Islam itu sekedar pilihan (opsional), yakni bukan wajib.

Keempat, dalam membela sosialisme, Khadafi mengatakan kepada para kepala negara Arab: "Kalian sekarang memanen apa yang kalian tanam. Kalian telah memerangi gerakan revolusioner, Gerakan modernisasi/progressif Arab, gerakan Nashiriyah, kalian memerangi pemikiran revolusioner, pemikiran modernis". Khadafi juga mengatakan: "Kita wajib berperang demi sosialisme dan memuaskan masyarakat dengan sosialisme". Yang amat menyakitkan lagi Khadafi mengatakan: "Janganlah kalian terkecoh terhadap ucapan yang mengatakan bahwa sosialisme telah jatuh dan bahwasannya sosialisme telah gagal. Sosialisme belum tegak sehingga bagaimana dikatakan gagal. Dan sosialisme bila telah tegak tidak akan jatuh".

Kelima, Khadafi membentuk komite-komite revolusioner di setiap tempat, perusahaan, pabrik, pasar, sekolah, fakultas, tentara dimana kebanyakan anggota komite-komite itu dari badan intelijen Libya yang pekerjaannya terus-menerus memonitor masyarakat. Bahkan kepada para dosen dan mahasiswa tamu yang belajar dan mengajar di negerinya, Khadafi berpesan agar mendirikan komite revolusioner dan gerakannya di negara masing-masing.

Pemimpin Nyentrik

Meski dipandang kontroversial, Khadafi melihat dirinya sebagai seorang intelektual. Pada satu lawatan ke Italia beberapa tahun lalu, Khadafi menjamu ratusan perempuan setempat. Dia membujuk mereka menjadi mualaf. Laman spesialis pembocor rahasia diplomatik AS, WikiLeaks, juga mengungkapkan Khadafi punya perawat perempuan asal Ukraina, bertubuh seksi, dan berambut pirang. Wartawati senior BBC, Katie Adie, selalu teringat sifat nyentrik Khadafi. Saat bertemu untuk wawancara di Tripoli pada 1984, Khadafi memberi Adie dua buah buku, dan satu ucapan. "Buku pertama adalah Kitab Hijau, dan kedua adalah Kitab Suci Al Quran. Setelah itu, dia berucap kepada saya, 'Selamat Natal'," kata Adie seperti ditulisnya di harian The Guardian.

Bagi aktivis di Libya, seperti Mohammed al-Abdalla, Khadafi adalah diktator yang brutal. "Era 70-an, saat menghadapi gerakan mahasiswa, Khadafi terang-terangan menggantung para mahasiswa, yang berdemonstrasi di alun-alun Tripoli dan Benghazi," ujar al-Abdalla, sekrektaris jenderal Front Nasional untuk Keselamatan Libya, seperti dikutip stasiun berita Al Jazeera. "Dia melakukan eksekusi, yang mungkin paling brutal pernah kami saksikan, atas 1.200 tahanan di penjara Abu Salim. Mereka sudah dipenjara, lalu dieksekusi dalam waktu kurang dari tiga jam," kata al-Abdalla. Kini, si kolonel tanpa urat takut, dan kadang ngawur itu, kembali tampil brutal. Sejak 15 Februari lalu, dia menghabisi rakyat yang kini menentangnya. Akankah dia mendengar teriakan rakyat Libya itu?. Satu bekas menterinya yang membelot, Abdul Fattah Younis al Abidi, mengatakan Khadafi adalah pemimpin 'keras kepala'. Abidi mengenal Khadafi sejak 1964. Dia yakin, sang kolonel akan bertindak ekstrim. "Dia akan memilih bunuh diri, atau dibunuh," kata Abidi.

Akhir kisah sang Diktator

Pria kharismatik yang berpuluh tahun memimpin Libya akhirnya tewas ditembak mati, Kamis (20/10), oleh rakyatnya sendiri yang belakangan memberontak. Ia tewas secara mengenaskan di Sirte, kampung halamannya yang menjadi benteng terakhir menghadapi NTC dan pasukan sekutu yang terus menggempurnya.

Seperti dilansir dari detik.com, setelah melakukan pelarian selama berbulan-bulan, Muammar Khadafi akhirnya berhasil ditangkap dalam keadaan tewas. Khadafi harus mengakhiri hidup dengan luka tembak di dada, kaki, dan kepala. Khadafi tewas ditembak pejuang Dewan Transisi Nasional setelah pengawal Khadafi membuka persembunyian Presiden Libya itu. Padahal, saat itu Khadafi tengah bersembunyi di lubang drainase berdiameter 1 meter. Dari gorong-gorong penuh sampah dan pasir.

Seperti dilansir dari detik.com, mantan Presiden Megawati Soekarno Putri mengatakan memuji sikap Presiden Libya Moammar Khadafi. Walau tewas secara mengenaskan, keberanian Khadafi mempertahankan sikap agar tak diintervensi asing patut diapresiasi. Khadafi berani mati demi mempertahankan agar ladang minyak Libya tidak dikuasai asing. Megawati menyebut, jatuhnya Khadafi karena intervensi asing yang mengincar ladang minyak Libya. Padahal, Libya dibawah kendali Khadafi berencana menggenjot angka produksi minyaknya. Dari 600 ribu barel, produksi minyak milik Libya akan ditingkatkan menjadi 1.6 juta barel.

Disarikan dari berbagai sumber

16 Mei 2011

Kisruh Pemilukada Aceh; Kepentingan Medioker Politik Lokal

Sikap Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang hingga saat ini belum juga mengesahkan Qanun Pilkada Aceh telah menciptakan kisruh politik di Aceh. Tidak adanya kepastian hukum dan politik dengan agenda pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Aceh, hal ini karena Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh, pada awalnya tidak memiliki kerangka hukum dan regulasi, sebagai dasar dalam penyelenggaraan Pilkada di Aceh.

Menurut Ketua Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), Muhammad Taufik Abda, Sikap Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang mengulur-ulur penentuan jadwal Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) amat rentan melanggar UUD 1945. Jika DPRA menolak memasukkan substansi calon perseorangan (calon independen) dalam Qanun Pemilukada Aceh yang sedang dibahas oleh Pansus III DPR Aceh maka dapat dianggap telah melanggar Konstitusi RI (UUD 1945) beserta MoU Helsinki point 1.2.6, jelasnya.

Polemik Pemilukada Aceh berawal dari pernyataan Muzakkir Manaf, mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang juga mantan propaganda GAM untuk tidak lagi mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh periode kedua. Muzakkir Manaf merupakan Ketua Partai Lokal yang didirikan oleh kombatan GAM pasca MoU Helsinki lalu yaitu Partai Aceh (PA). Partai Aceh untuk Pemilukada Aceh tahun ini mengusung pasangan Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2011-2016.

Menyingkapi polemik pemilukada Aceh, KIP Aceh bersama KPU Pusat akan menyiapkan payung hukum pilkada dan juga soal rencana KIP menggunakan Qanun Nomor 7/2006 sebagai alternatif jika DPRA belum mensahkan Qanun Pilkada yang baru, serta soal otoritas KPU Pusat atas KIP Aceh. Akan tetapi jika nanti DPRA sudah mensahkan Qanun Pilkada yang baru, maka akan disesuaikan dengan draf tahapan yang disusun KIP Aceh. Kalau tidak ada qanun baru, qanun yang lama akan dipakai KIP Aceh untuk Pemilukada Aceh tahun 2011 ini.

Tanpa menunggu pengesahan qanun Pilkada, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, secara resmi mulai melaksanakan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Bersamaan dengan itu juga ditetapkan hari Senin 14 Nopember 2011 sebagai hari pemungutan suara pemilihan gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/walikota/wakil walikota secara serentak di 17 kabupaten/kota di Aceh. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan KIP Aceh Nomor 1 Tahun 2011 perihal Penetapan Jadwal dan Tahapan Pilkada Aceh, yang disahkan dalam Rapat Pleno KIP Aceh seusai berlangsungnya Rapat Koordinasi antara KIP Provinsi dengan 23 KIP kabupaten/kota, di Banda Aceh, Kamis (12/5).

Maka berdasarkan Surat Keputusan KIP Aceh Nomor 1 Tahun 2011, KIP Aceh memperbolehkan pasangan calon yang maju melalui jalur perseorangan (independen), dimana pasangan calon harus menyerahkan dokumen persyaratan (bukti dukungan KTP dan surat pernyataan). Menurut Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh Zainal Abidin SH MHum, untuk saat ini berdasarkan surat KPU Nomor: 33/KPU/V/2011 pihak KIP telah mengakomodir calon perseorangan, bahkan juga sudah diatur jadwal pendaftarannya.

Menurut KPU pilkada di Aceh selain diikuti oleh partai politik nasional dan partai politik lokal, dapat pula mengikutsertakan peserta dari calon perseorangan sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 239A UU Nomor 32 Tahun 2004 Jls UU Nomor 12 Tahun 2006. Atas dasar surat KPU itu KIP menyatakan calon independen ada di Aceh dan bisa ikut pilkada.

Mayoritas masyarakat Aceh saat ini, berharap kepada KIP agar segera melakukan tahapan pelaksanaan pemilihan 18 kepala daerah dengan tepat waktu, aman, damai, bermartamat serta tidak mengabaikan asas demokrasi, rahasia, dan jujur. KIP tidak boleh ragu untuk menjalankan tugas sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan selalu berpedoman pada aturan yang berlaku.

*Penulis adalah Pengurus KAHMI Kota Banda Aceh

24 Juli 2010

MENUMBUHKAN KEWIRAUSAHAAN PETERNAKAN DI ACEH


Oleh : Arief Daryanto* dan Hendra Saputra**

*Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis – Institut Pertanian Bogor

** PNS Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh


Pembangunan peternakan di Aceh memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Potensi sumber daya alam (SDM) yang mendukung, terbukanya peluang pasar baik lokal maupun impor serta budaya beternak yang turun temurun di kalangan masyarakat Aceh merupakan modal yang besar dalam mengembangkan usaha peternakan di Aceh. Potensi SDM di Aceh dapat dilihat dari ketersediaan luasan lahan perkebunan, padang penggembalaan, persawahan, dan kebun rumput yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak ruminansia.

Berdasarkan data BPS Aceh (2008) jumlah keseluruhan luasan lahan tersebut, di Provinsi aceh mencapai 1.525.578 hektar. Potensi luasan lahan itu dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan hijauan ternak dengan pola sistem integrasi ternak dengan tanaman perkebunan. Selain itu, limbah pertanian seperti jerami padi yang melimpah yang selama ini hanya dibakar oleh petani juga dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak.

Peluang pasar daging sapi di Aceh masih terbuka, hal ini dapat dilihat dari tingginya permintaan daging sapi terutama pada perayaan hari “meugang” dan masih dimasukkannya ternak sapi dari beberapa daerah dan bahkan diimpor dari Australia guna memenuhi kebutuhan daging di Aceh. Peluang ekspor daging sapi ke Malaysia sangat terbuka karena permintaan di Negara jiran itu cenderung meningkat. Permintaan daging sapi untuk Negara Arab Saudi yang mengharuskan adanya label halal dan hal ini sangat memungkinkan dilakukan oleh Provinsi Aceh yang dikenal sebagai salah satu wilayah dengan mayoritas penduduk muslim.

Selain terdapatnya potensi dan peluang, juga terdapat beberapa kendala dalam pengembangan peternakan sapi di Aceh. Munculnya penyakit reproduksi (seperti brucellosis) dan penyakit menular (seperti Surra, SE), bentuk usaha peternakan sebagian besar adalah peternakan rakyat atau keluarga, dan ketersediaan sapi bibit/bakalan masih rendah yang diakibatkan terjadinya pemotongan sapi betina produktif merupakan kendala dalam pengembangan peternakan terutama sapi potong di Aceh.

Potensi dan peluang yang cukup besar serta kendala dalam pembangunan peternakan sapi potong di Aceh sudah seharusnya seluruh stakeholder peternakan bergandengan tangan untuk membangun peternakan Aceh yang tangguh. Menurut penulis, menumbuhkan wirausaha peternakan Aceh yang memiliki jiwa kewirausahaan yang modern dan selalu berusaha mengikuti dinamika perubahan yang dihadapinya merupakan salah satu solusi dalam mengembangkan peternakan Aceh yang lebih tangguh ke depan. Wirausaha yang dibutuhkan untuk pengembangan peternakan Aceh adalah wirausaha peternakan yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi peternakan, memiliki jiwa kewirausahaan serta siap menghadapi kompetisi bisnis, baik pada tataran lokal, regional, nasional maupun global.

Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan untuk menciptakan dan menyediakan produk yang bernilai tambah (value added) dan menerapkan cara kerja yang efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas, dan inovasi serta kemampuan manajemen untuk mencari dan membaca peluang. Menumbuhkan wirausaha peternakan yang tangguh di Aceh bukanlah hal yang mustahil dilakukan. Adanya sarjana-sarjana peternakan dan dokter hewan yang telah dilahirkan di kampus Unsyiah merupakan modal besar dalam menumbuhkan kewirausahaan peternakan. Kemampuan mereka dari sisi ilmu pengetahuan peternakan tidak perlu diragukan lagi, namun yang menjadi pertanyaan mendasar adalah bagaimana caranya mempersiapkan dan meyakinkan mereka untuk mau berwirausaha di bidang peternakan.

Menurut penulis, ada beberapa cara yang perlu dilakukan untuk menjadikan peternakan di Aceh menarik bagi wirausaha peternakan, yang disingkat menjadi “6i”. peningkatan insentif adalah “i” yang pertama. Pemerintah daerah melalui dinas teknis sapat memberikan insentif berupa subsidi bibit ternak, pakan maupun kredit. Pelaksana program Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dengan plafon kredit sebesar Rp 2.785 triliun untuk seluruh Indonesia merupakan program subsidi kredit pemerintah sehingga peternak hanya menanggung bunga sebesar 5 % saja. Pemberian kredit melalui program KUPS ini salah satunya bertujuan untuk meningkatkan penyediaan bibit sapi secara berkesinambungan sehingga permasalahan kekurangan bibit sapi dapat teratasi.

Investasi yang masuk baik dari luar maupun domestik adalah “i” yang kedua. Untuk menjadikan bidang peternakan di Aceh menjadi salah satu usaha yang akan dilirik oleh investor, berbagai stakeholders terkait haruslah saling bahu-membahu dalam menciptakan iklim yang lebih kondusif dalam berinvestasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar dapat merangsang investor baik swasta maupun asing dalam memanfaatkan potensi dan peluang usaha dalam bidang peternakan di Aceh, antara lain: a). memperluas dan meningkatkan basis produksi komoditas peternakan dan komoditas pendukung lainnya melalui peningkatan kualitas hasil dan perluasan skala usaha, b). pemerintahan Aceh perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak kepada para peternak, c). stimulus ekonomi berupa peningkatan investasi pemerintah dan swasta domestik maupun investasi asing perlu dilakukan dan d). menciptakan iklim investasi yang sehat dalam mengembangkan system pengaturan perdagangan yang adil guna perkembangan dunia usaha termasuk di dalamnya jaminan keamanan dalam jangka panjang.

Infrastruktur adalah “i” yang ketiga. Penciptan iklim usaha yang kondusif tidak terlepas dari dukungan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang lebih baik seperti infrastruktur publik (jalan, RPH yang lebih bersih dan higienis, sarana prasarana produksi lainnya, air, listrik, dan infrastruktur penelitian), tersedianya akses permodalan bagi para peternak dan tak kalah pentingnya adalah penataan kelembagaan penyuluhan dalam rangka transfer teknologi kepada peternak.

Inovasi adalah “i” keempat yang sangat terkait dengan generasi muda. Bagaimana industri peternakan juga inovatif di bidang teknologi informasi. Saat ini generasi muda lagi menggandrungi dunia teknologi informasi. Bagaimana peternakan harus mampu mengadopsi kemajuan teknologi informasi? Generasi muda harus dilibatkan dalam pengembangan teknologi informasi di bidang peternakan.

Industri adalah “i” kelima. Peternakan di Aceh harus menjadi indutri yang tidak hanya berbasis raw material saja. Nilai tambah di peternakan akan tinggi di sektor hilir sehingga basis industri yang menguntungkan adalah industri hilir karena marjinnya yang besar.

Institusi adalah “i” yang terakhir. Institusi/kelembagaan peternakan menjadi suatu hal yang penting. Kelembagaan peternakan hrus dipimpin oleh seorang manajer professional. Selain itu, apabila peternak tidak berkelompok, maka posisi tawar (bargaining position) mereka akan sangat lemah. Ini juga merupakan solusi yang membuat sub sektor peternakan lebih modern dan tidak terkesan tradisional, kumuh, subsisten serta old fashion.

Kewirausahaan memiliki peran penting dalam mewujudkan daya saing peternakan yang berkelanjutan. Namun, menumbuhkan kewirausahaan dalam peternakan membutuhkan pendekatan yang holistik, komprehensif dan terintegrasi. Maka dari itu, kerjasama yang harmonis antara wirausaha di bidang bisnis, pemerintahan, akademik dan sosial merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam mewujudkan kewirausahaan dalam peternakan.

Perlu dicatat disini bahwa kahlian kewirausahaan (entrepreneurial skills) tidak hanya dimiliki oleh pengusaha semata, tetapi harus pula dimiliki oleh akademisi, birokrat, peternak dan pegiat-pegiat sosial. Dengan berkembangnya industri peternakan di Aceh, tidak tertutup kemungkinan citra Aceh sebagai “lumbung ternak” akan kembali bersinar.

Sumber : Harian Aceh, Desember 2009

11 November 2009

Pengesahan Tatib DPRA Ricuh ; Bukti Tidak Dewasanya Dewan Kita

BANDA ACEH - Proses pengesahan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (Tatib DPRA) periode 2009-1014 dalam sidang paripurna, Senin (9/11) sore, sempat sedikit ricuh. Lima legislator dari Partai Amanat Nasional (PAN) memilih walk out (hengkang) dari ruang sidang, setelah memprotes dan meminta kepada pimpinan sidang untuk tidak mengesahkan tatib sebelum dikonsultasikan ke Mendagri.

Meski kelima anggota dewan dari PAN itu meninggalkan ruang sidang, tapi Ketua Sementara DPRA, Hasbi Abdullah, didampingi Wakil Ketua Amir Helmi, selaku pimpinan sidang, tetap melanjutkan sidang penting tersebut. Sidang tersebut dipimpin Amir Helmi dari Partai Demokrat. Para anggota sidang paripurna lainnya pun bagai tak terusik nuraninya terhadap aksi walk out lima koleganya tersebut, lalu mereka secara aklamasi menyetujui tatib yang telah dibahas panitia khusus (pansus) itu.

Mayoritas anggota dewan, terutama dari partai lokal yang menguasai 33 kursi di DPRA, yaitu Partai Aceh (PA), dalam pendapat kelompok partainya menyatakan dapat menerima tatib yang telah disusun pansus dan setuju untuk disahkan. Mereka mendapat dukungan dari peserta rapat lainnya --minus PAN-- agar tatib yang telah dibahas pansus itu segera disahkan.

Sementara, dari partai nasional, seperti Partai Demokrat dan Golkar, menyatakan meski tatib disahkan, tapi harus tetap dibawa ke Mendagri. “Sebab, yang menetapkan atau mengeluarkan SK Pimpinan DPRA yang definitif nantinya adalah Mendagri,” kata Husin Banta dari Partai Golkar. Hal serupa diutarakan Yunus Ilyas dari Partai Demokrat.

Sedangkan partai lainnya, PKS, PPP, PBB, Patriot, PKB, PKPI, dan Partai Daulat Aceh (PDA), berharap pengesahan tatib dewan dan penerbitan SK Pimpinan DPRA yang definitif dari Mendagri itu jangan terlalu lama. Kalau lama, bisa mengganggu agenda kerja dewan yang mendesak saat ini, yakni pembahasan dan pengesahan RAPBA 2010. Setelah mayoritas anggota dewan menyatakan setuju untuk disahkan, Amir Helmi yang memegang palu sidang, mengetukkan palu satu kali pada pukul 17.45 WIB, pertanda disahkannnya Tatib DPRA periode 2009-2014 tersebut. Kemudian, sidang ditutup resmi oleh Hasbi Abdullah dengan mengetukkan palu tiga kali ke mejanya.

Menolak
Sementara itu, PAN menolak tatib DPRA yang telah dibahas 21 orang anggota Pansus DPRA itu, karena beberapa isinya, terutama mengenai pengusulan calon pimpinan dewan, belum selaras dengan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Sisduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD maupun surat Mendagri tertanggal 24 September 2009. Untuk itu, kata Mawardi Ali dari PAN, sebelum tatib itu disahkan lebih baik dikonsultasikan dulu kepada Mendagri.

Kecuali itu, menurut surat Mendagri tersebut yang ditujukan kepada seluruh DPRD, pengesahan tatib harus dilakukan oleh pimpinan DPRD definitif. “Sedangkan pimpinan dewan yang ada sekarang ini adalah pimpinan sementara,” ujar Mawardi Ali. Interupsi dan protes terhadap hal itu juga disampaikan anggota DPRA dari PAN, Muslim Aiyub. Muslim menyatakan, Pimpinan Sementara DPRA yang ada sekarang, penetapan dan pengesahannya menggunakan dasar hukum UU Nomor 27 Tahun 2009. Tapi kenapa pada saat pemilihan pimpinan definitif, tidak mengacu secara konsisten pada UU 27/2009 tersebut yang justru telah mengatur secara jelas dan tegas. Pimpinan sidang justru menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang belum mengatur secara rinci perihal susunan alat kelengkapan dewan.

Akibat menggunakan UUPA, kursi wakil ketua III DPRA yang seharusnya jatuh kepada PAN, menurut tatib yang telah disahkan itu, harus dipilih secara terbuka. Adapun yang boleh mengusulkan calon pimpinan DPRA adalah dari fraksi penuh yang berjumlah minimal tujuh orang anggota DPRA. Dalam kenyataannya, PAN hanya berjumlah lima orang, sehingga tidak bisa mengusulkan calon pimpinan DPRA.

Ketua Sementara DPRA, Hasbi Abdullah, yang dimintai komentarnya usai penutupan sidang pengesahan Tatib DPRA tersebut mengatakan, pengesahan tatib itu sah dan tidak ada aturan atau perundang-undangan yang dilanggar. “Kita juga menggunakan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dan UUPA untuk penyusunan dan pengesahan tatib yang telah disusun Pansus Dewan.”

Pimpinan DPRA, kata Hasbi, bersama beberapa anggota DPRA akan menyampaikan usulan calon pimpinan definitif DPRA yang baru setelah dilakukan pemilihan pada pekan ini ke Mendagri. Dalam pertemuan dengan Mendagri, kata Hasbi lebih lanjut, pihaknya akan menyampaikan sejumlah argumen hukum untuk mendukung tatib yang telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPRA kemarin. “Kita harapkan Mendagri nanti mau mengerti dan dapat memahaminya serta mengesahkan usulan Pimpinan DPRA yang kita ajukan dalam minggu depan,” ujar adik kandung Zaini Abdullah, mantan petinggi GAM di Swedia ini.

Anggota legislatif dari PAN, Muslim Aiyub menyatakan, sistem atau tata cara pemilihan calon pimpinan DPRA yang terdapat dalam tatib DPRA itu belum sepenuhnya mengacu kepada UU Nomor 27/2009. Karena itu, jika pimpinan DPRA tetap memaksakan kehendak memilih pimpinan dewan dengan aturan yang terdapat dalam tatib, besar kemungkinan Mendagri tak akan menandatangani atau menerbitkan SK Pimpinan DPRA definitif. “Jika Mendagri menandatanganinya, sementara hal itu jelas-jelas menyalahi UU Nomor 27/299, maka PAN akan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi atau MK,” kata Muslim Aiyub.

Anggota DPRA dari Partai Aceh, Adnan Beuransyah, menyatakan tidak ada alasan bagi Mendagri untuk tidak menandatangani usulan Pimpinan DPRA yang disampaikan Pimpinan Sementara DPRA. Sebab, dasar penyusunan tatib DPRA saat ini pun menggunakan UU 27 Tahun 2009 dan UUPA. Seandainya Mendagri tidak bersedia menandatangani SK Pimpinan DPRA definitif, kata Adnan, maka melalui dasar UUPA dan MoU Helsinki, pihak GAM akan membawa masalah itu ke dalam Round Table Meeting (RTM) RI-GAM.

Alasannya, dalam MoU Helsinki poin 6 huruf c disebutkan, jika terjadi kesalahpahaman dalam penafsiran sesuatu hal (isi MoU) yang belum ada kesepakatan di tingkat menengah, maka akan dibawa pada pertemuan yang lebih tinggi. “Dan proses itu tidak akan mengganggu agenda DPRA lainnya yang harus dikerjakan, seperti pembahasan RAPBA 2010,” demikian Adnan Beuransyah.