26 Desember 2008

WARKAH KENANGAN BUAT PARA SYUHADA SMONG (26 Desember 2004)

WARKAH INI saya rangkai di tengah titian malam yang makin tua. Kucoba pulung jejak-jejak rindu yang pernah membentang di antara kita. Aku coba menatap kalian yang damai, teduh dan tenang dalam peluk-Nya.
Sahabat
Maafkan jika warkah ini mengganggu kedamaian kalian. Bukanlah bermaksud ingin menodai kedamaian itu, mengusik tidur panjang kalian dengan ai mata. Atau kisah pilu dan cerita duka. Aku hanya ingin merangkai kenangan, berbagi cerita, dan mengungkap sesuatu yang mungkin kalian tak sempat tahu.
Sahabat.
Ada getar pilu yang menggetarkan pembuluh darah. Kepiluhan pagi 26 Desember yang kini menjadi membuncah ketika mengingatnya, mengingat kalian yang pernah bersama. Dan hari ini, di angka kalender yang sama, saya merenung ulang sambil mengingat seluruh perjalanan kita, meretas cita-cita di tanah kita, dalam biduk bernama HMI. Saya yakin kalian tak pernah lupa.
Sahabat.
Meskipun sekarang keadaannya sudah berubah. Tapi tidak dengan kalian di hati saya , di hati kami semua. Kalian tetap abadi, tetap bersama kami. Perjalanan panjang yang pernah kita retas tak akan lenyap oleh sebuah bencana yang bernama smong. Dan hari ini di rentang empat tahun, kenangan itu tetap terangkai dan tidak bisa terhapus begitu saja. Karenanya izinkan saya dari hamparan puing bencana untuk mengenang dan menghadirkan kalian dalam sebuah kebersamaan, menyatakan rindu dengan menulis warkah ini, memancangkan bendera setengah tiang untuk tanda cinta kami dalam keremangan tawassul.
Wahai sahabat, wahai para mujahid Insan cita dan insan Allah, yang terbalut dalam gelombang raya; yang dikulum air samudera, berlayarlah dengan tenang, dengan kapal keabadian. Laut telah surut seperti sedia kala. Biarlah kami yang tinggal untuk meneruskan riwayat ini dan menuliskannya dalam notulen abadi.
Sahabat.
Lihatlah bentangan layar putih yang berisi nama kalian, sambung menyambung sampai ke ujung laut. Kami membaca berulang ulang untuk disimpan rapat dalam ingatan sambil mendayung biduk cita kita. Meskipun terasa letih dan tersengat mentari, lelah raga ini menapaki hari-hari--biduk itu terus kami kayuh. Kami tidak tahu apakah perjalan masih panjang. Sebab semua berada dalam genggaman kekuasaan-Nya. Kami hanya bisa menghitung ruas jari-jari tangan dalam tasbih, untuk memastikan Tuhan Yang Mahakuasa memilih siapa saja untuk dijemput-Nya.
Sahabat.
Kita hanyalah debu! Dan kematian adalah suatu yang pasti. Yang bisa menjemput di setiap tarikan nafas, mengintai di setiap detak jantung. Sungguh, tidak ada kesempatan kita menghindari, atau berlalai lalai dari mempersiapkannya. Kematian adalah tunangan, hanya menunggu giliran, tanpa menunggu kita selesai. Sehingga ia sering mengejutkan semua orang. Kematian adalah soal waktu, tapi pasti, seperti dalam firman-Nya.
Sahabat.
Tepat angka kalender hari ini (26 Desember) buat kalian yang mendahului meretas perjalanan lanjutan tanpa sempat menunggu menuntaskan segala gagasan, yang tergesa menunggu mengusung segala cita dan harapan-- tentang negeri kita yang masih koyak-moyak, tetang rakyat ini yang masih morat-marit, tentang generasi endatu yang makin cenderung anomaly. Juga cerita tentang sahabatmu yang satu ini harus terseok-seok, kami hanya bisa mengucap, selamat tidur panjang, dan damailah kalian di peluk-Nya. Dan warkah ini kusampul doa untuk penanda duka. Duka kehilangan sahabat, kehilangan kafilah pejuangan di tengah atmosfera kehidupan yang makin ruwet ini.

Sahabat
Saya tulis terus warkah ini untuk mengenangkan kalian hingga tiba saat tidak bisa lagi menulisnya. Dan warkah ini menjadi penggalan dari titik renung bagi kami yang masih hidup. Titik untuk menyadari betapa kita sesungguhnya tak berdaya. Hanya debu di depan Sang Pemilik Abadi, Allah Rabulizzati. Dan gelombang laut yang telah menggalaukan itu, bagi kalian adalah jalan mulus menuju surga-Nya. Sementara bagi kami, gelombang demi gelombang hidup yang harus dijalani belum memastikannya. Kami mencoba parsah sembari bersimpuh di hadapan-Nya, menyusun sujud di atas debu-Nya yang gelap, merangkai kalimat doa, memohon agar dalam hidup ini diberikan segalanya yang terbaik, agar Dia tunjuki jalan yang lurus; istiqamah di tengah fitnah, sabar di tengah makar, ikhlas menghadapi hidup yang keras.
Sahabat, para ikhwan yang direngkuh Allah.
Warkah ini kami tulis sebagai rangkai dari bait-bait pinta agar sejurus sujud memberi arti, agar kami lemah ini tepat melangkah, jiwa yang resah ini bisa dtenangkan, hati yang sombong ini akan dapat diredah, dan tubuh yang penuh dosa-dosa ini bisa ditaskiyah agar lurus menuju jalan-Nya.
Ya Allah, ya Rabby, ya Saidi, ya Maulai
Kami mengetuk pintu taubat-Mu, sucikan karat-karat dosa kami. Leraikan kami dari tamak dunia dan dominasi ambisi. Lepaskan kami dari sesak durjana dan nafsu amarah yang hanya akan mengurangi kemuliaan kami di hadapan-Mu.
Rabbi, tiada Tuhan selain Engkau, terangilah hati kami ini dengan cahaya-Mu yang tiada pernah pudar, lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakkal pada-Mu. Jangan jadikan untaian kalimat ini hanya sebatas rangkaian kata dan penghias lisan kami.
Ampuni dosa-dosa kami yang meruntuhkan penjagaan , yang mengundang bencana, yang merusak karunia, yang menahan doa.
Kami memohon Mu melalui kemurahanMU
dekatkan kami ke haribaanMu, yang telah lancang menganiaya dir, yang telah lancang melanggarMu karena kebodohan kami
Ya Allah pelindungi kami
betapa banyak keburukan kami telah Engkau sembunyikan
betapa banyak malapetaka telah Engkau atasi
betapa banyak rintangan telah Engkau singkirkan
betapa banyak bala telah Engkau tolakkan
betapa banyak pujian baik yang tak layak kami sandang telah Engkau sebarkan
betapa banyak kelalaian kami karena terpedaya tipuan telah Engkau maafkan
Duhai majikan kami!
Kami memohon kepadaMu
melalui kemuliaanMu
Duhai Allah, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul dalam cinta kepadaMu, telah berjumpa dalam taat kepadaMu, telah bersatu dalam dakwah kepadaMu, telah berpadu dalam membela syariatMu, maka kuatkanlah yaa Alloh, ikatan-nya..."
Ampuni dosa penduduk negeri ini, baik yang terdahulu maupun yang kemudian, baik yang tersimpan sebagai rahasia maupun yang terlihat nyata.
Pinta kami semoga dicondongkan semua hati makhluk di seluruh penjuru mata angin ke negeri ini, dijatuhkan semua kecintaan, dipaksakan hati kepada negeri ini dengan tulus dan belas kasih tanpa tertunda, dan disibukkannya untuk mencintai bangsa ini.
Dari ujung nusantara, hamba-Mu begitu rindu kedamaian. Kedamaian yang pernah menorehkan kebahagiaan bersama sejuknya angin pagi di hamparan blang yang pernah menjadi hamparan perang. Kami rindu pada pelangi, yang membentang di atas Seulaweut, menerawang ke bulan untuk menyimak sayu-sayup gema rapa-I memecah keheningan malam, membidik bintang sambil menyimak irama pengajian di Meunasah yang bertingkah dengan senandung kedamaian, kerinduan liuk tari kolosal “ranup lampuan” dan “seudati” yang melantunkan kejujuran, keindahan, kemuliaan dan kedamaian, malam ini juga.
Ya Rabb, kepada-Mu yang kami pulangkan segala pengaduan itu.

Dari sahabatmu,
AMPUH DEVAYAN

Tidak ada komentar: