13 Maret 2008

ADAKAH JAMINAN APBA UNTUK DAERAH TERISOLIR

Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Irwandi Yusuf telah mencanangkan tahun 2008 ini sebagai tahun yang memprioritaskan pembangunan daerah terisolir/terpencil di NAD. Program ini seharusnya patut di sambut positif oleh semua stake holder di NAD yang saat ini sedang dalam pembahasan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2008 yang saat ini dalam proses pembahasan dengan pihak legislative. Program ini telah menggambarkan upaya yang sungguh-sungguh Pemerintah Aceh untuk memproritaskan pembangunan yang menyeluruh dan merata serta menyentuh lini grass root (akar rumput), dimana masyarakat daerah terisolir saat ini seolah terlupakan dalam merasakan kue-kue pembangunan yang seharusnya merata bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sebagai kilas balik, telah diketahui bahwa sejak diimplementasikannya kebijakan desentralisasi fiskal tahun 2002 bagi daerah penghasil migas, kekayaan provinsi Aceh mendadak melimpah. Pengelolaan dana selain APBA, pasca tsunami dan perjanjian damai Helsinki Aceh menerima kucuran dana yang bersumber dari pemerintah pusat, BRR NAD-Nias, Badan Reintegrasi Aceh (BRA), dan lembaga-lembaga donor Internasional, sehingga perolehan DIPA APBA tercatat dari tahun 2005-2008 berjumlah Rp 74 trilyun, sebagai perbandingan rata-rata Aceh telah mengelola dana pasca bencana tsunami dan gempa bumi sebesar Rp 18 trilyun. Besaran dana yang sangat fantastis untuk memulai suatu upaya mensejahterakan rakyat Aceh sebagaimana visi Gubernur terpilih, Irwandi Yusuf “Terwujudnya Masyarakat Aceh yang Madani”, Madani dalam artian mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Aceh yang baru meninggalkan trauma-trauma konflik dan bencana.

Daerah terpencil identik dengan daerah tertinggal. Dari sudut standar kehidupan masyarakat secara umum, penduduk daerah terpencil mengalami keterbatasan dalam perumahan, makanan, pakaian, akses pendidikan, akses pelayanan kesehatan, sarana transportasi, energi, telekomunikasi, serta kesempatan kerja. Khususnya, bagi penanganan peningkatan akses bagi daerah terpencil, tercatat ada beberapa persoalan klasik yang harus menjadi “Pekerjaan Rumah” Gubernur, dimana masalah kemiskinan masih menjadi persoalan krusial. Penyebab Kemiskinan ini secara umum disebabkan oleh pengelolaan program infrastruktur dan aparatur pemerintah terlalu tinggi dan tidak secara langsungg menyentuh permasalahan kemiskinan ang diderita rakyat Aceh, khususnya daerah terisolir atau terpencil. Permasalahan perencanaan dan pengelolaan anggaran ini telah mencari isu tahunan akibat Perencanaan Program dan Kegiatan tidak tepat sasaran dan langsung menyentuh ke masyarakat garis bawah.

Menyimak persoalan klasik diatas, termaktub beberapa pernyataan dan masukan, sebagai berikut :
  1. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, harus segera mengatasi persoalan Penanggulangan Kemiskinan, kemiskinan menjadi persoalan krusial karena konflik akan kembali terjadi jika kemiskinan meningkat dan masyarakat merasa diasingkan tidak merasakan langsung dampak pembangunan; khususnya kita di daerah-daerah terisolir atau terpencil, sehingga potensi bidang ekonomi pedesaan dapat terangkat dan meningkatkan lapangan pekerjaan.
  2. Sehubungan dengan tahapan pembahasan APBA yang saat ini sedang dalam proses pembahasan antara eksekutif dan legislative, mendesak Pemda Aceh melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tiap Dinas-Dinas terkait untuk memprioritaskan program pembangunan yang menyentuh pembangunan bagi daerah-daerah terisolir dan terpencil. Pihak legislative juga diminta mengawal proses pembahasan APBA ini dan harus jeli melihat program-program prioritas yang disusun eksekutif untuk memprioritaskan pembangunan daerah terisolir.
  3. Meminta Pemda NAD untuk dalam pelaksanaan Program Pembangunan daerah terisolir ini dengan memilih pendekatan pembangunan masyarakat dengan menggunakan pendekatan program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat. Pendekatan ini diharpkan tidak memposisikan masyarakat sebagai objek sasaran semata, melainkan dijadikan mitra aktif yang menyadari kondisi keterbelakangan atau ketertinggalan mereka. Dalam hal ini juga Pemda NAD harus membangunan kesadaran masyarakat terisolir/terpencil akan ketertinggalannya dibutuhkan agar bantuan ekonomi yang diberikan tepat sasaran dalam arti tidak disalahgunakan.
    Mengetuk hati siapapun yang terlibat dalam proses pembahasan APBA, untuk menggunakan hati nurani dan memandang kegiatan prioritas yang dilakukan bukan hanya untuk mengejar keuntungan saja akan tetapi lihatlah bahwa itu adalah menyangkut peningkatan kesejahteraan rakyat,
  4. Meminta Pemda NAD, dalam hal ini Gubernur untuk menjamin ketersediaan sarana dan prasarana transportasi antar kabupaten di Aceh. Dukungan jaringan prasarana transportas yang merata ini diharapkan mampu menerobos keterisoliran masyarakat untuk berbaur dan juga sebagai sarana penunjang akses pembangunan ekonomi masyarakat terisolir.
    Sebuah apresiasi positif kepada Gubernur Aceh atas yang telah memberikan perhatian berimbang kepada seluruh wilayah di NAD. Hal ini patut kita sambut positif sebagai sebuah komitmen dalam pemerataan pembangunan. Harapan akan kembali diharapkan masyarakat untuk pada tahun 2008 ini akan lahir kembali program pembangunan yang berpihak untuk rakyat dan semoga perhatian positif gubernur ini dapat disambut positif dan didukung oleh seluruh Kepala Dinas/Badan yang akan dilantik tanggal 11 Maret 2008 ini dan yang paling penting dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membuka jalur akses pembangunan daerah terisolir dan terpencil.(yef)

Tidak ada komentar: