18 Maret 2008

MENULIS SEBAGAI TERAPI EMOSI

Berkisahlah kemudian Pennebaker tentang veteran perang Vietnam bernama John Mulligan.

“Saya dulu seperti kerang kosong yang berjalan-jalan di jalanan. Menulis telah membuatku merasa punya jiwa,” ujar Pak Pennebaker mengutip pernyataan John Mulligan ketika menyampaikan pengalamannya.

Menurut tuturan Pennebaker, John Mulligan menjadi punya jiwa setelah dia mengikuti workshop menulis untuk para veteran perang Vietnam yang dipandu pengarang terkenal Amerika Serikat, Maxine Hong Kingston. Maxine menganjurkan kepada para veteran perang tersebut untuk mengungkapkan semua pengalaman traumatis dalam bentuk tulisan. Apa yang diperoleh John Mulligan kemudian? Mulligan, yang berusia 49 tahun ketika menyampaikan pengalamannya kepada WebMD, dapat melahirkan novel berjudul Shopping Cart Soldiers! Dan tak cuma itu, setelah mengikuti workshop menulis setahun kemudian dapat berdamai dengan dirinya. Dia dapat memindahkan pengalaman buruknya di medan perang ke dalam kata-kata. Pikirannya pun menjadi jernih dan - sebagaimana disampaikannya sendiri- “jiwanya menjadi eksis”.

“Lusinan penelitian telah membuktikan bahwa kebanyakan orang yang pernah memiliki trauma buruk di masa lalunya akan menjadi lebih baik dan lebih sehat setelah menulis,” demikian ujar Pennebaker.

Journal of the American Medical Association, edisi 14 April 1999, melaporkan bahwa menulis secara ekspresif dapat menurunkan simptom asma dan rheumatoid arthritis. Joshue Smith, Ph.D., asisten profesor psikologi dari North Dakota State University dan koleganya, melakukan penelitian dengan meminta sebanyak 70 penderita asma dan rheumatoid arthritis untuk menulis tentang peristiwa paling menekan dalam kehidupannya.

Partisipan dari penelitian tersebut dianjurkan untuk menulis tentang luka masa lalunya selama 20 menit dalam 3 hari. Kelompok lain yang terdiri dari 37 pasien diminta untuk menulis tentang rencana mereka pada hari itu. Empat bulan kemudian, 47 persen dari kelompok yang menulis tentang trauma masa lalunya menunjukkan perbaikan signifikan. Mereka rata-rata merasakan berkurangnya rasa sakit berkaitan dengan rheumatoid arthritis yang mereka derita. Kapasitas paru-paru pun dikabarkan meningkat bagi para penderita asma. Sementara itu hanya 24 persen yang menunjukkan kemajuan seperti itu bagi mereka yang hanya menulis kehidupan sehari-harinya.

Para peneliti tak tahu mengapa menulis tentang peristiwa yang menyakitkan dapat memperbaiki kesehatan. Bisa jadi, menyalurkan emosi secara bebas dan juga mengalirkan luka masa lalu secara ekspresif dalam bentuk tertulis telah membantu seseorang untuk membangun jalan untuk berdamai dengan masa lalunya. “Pada pokoknya,” pesan Pennebaker, “bagi yang mengalami keguncangan jiwa atau mengalami depresi, bergegaslah menulis. Menulislah secara sangat bebas tanpa memperdulikan struktur kalimat dan tata bahasa. Niscaya Anda akan terbebaskan dari segala deraan batin.” (Yef).

Tidak ada komentar: